POLISI NEWS | LEBAK. Menengok masa lampau, lima tahun kebelakang. Setiap menyongsong HUT RI yang ke 79, maka budaya gotong royong bangun gapura atau pintu gerbang untuk memperingati hari Kemerdekaan Indonesia begitu kental dilakukan.
Semangat menyambut kemerdekaan Republik Indonesia dengan membangun gapura ini sempat melekat dan menjadi kebiasaan serta budaya bagi lingkungan masyarakat Kp. Gardu Ciangiren. Pada hari Kamis. 2/8/2024. Ditunjukkan warga setiap lingkungan RT/RW gotong royong membangun gapura dengan beragam bentuk.
Kala itu, setiap menjelang memasuki bulan Agustus, lingkungan RT/RW, mulai dari orang tua, pemuda bahkan remaja terlihat kompak membangun gapura. Bahkan gapura yang dibangun sangat unik, dengan berbahan sederhana yang tidak memakan biaya dari Desa Girijagabaya ucap sarudin
Ada yang dibuat dari bahan kayu tipis, tebal, batang pohon, batang bambu dan lain sebagainya. Tidak ketinggalan ciri khas gapura seperti bambu runcing yang menjadi senjata tradisional pejuang kemerdekaan tempo dulu selalu melekat dalam setiap bangunan gapura.
Terlepas dari itu semua, maka sayangnya budaya gotong royong membangun gapura agustusan atau gapura kemerdekaan ini mulai terlupakan. Seolah- olah terkikis dengan kemajuan zaman.
Kalaupun ada terlihat gapura menyambut peringatan hari Kemerdekaan Indonesia, lebih kepada gapura permanen. Artinya masyarakat tidak perlu lagi ramai-ramai gotong royong membangun atau mendirikannya. Cukup tinggal menghiasnya saja.
Terlepas dari itu semua, maka membangun gapura permanen memang bukanlah hal yang salah. Hanya saja kerinduan akan budaya gotong royong membangun gapura alias gerbang perayaan hari kemerdekaan secara bersma sama, bisa, dikatakan sudah mulai luntur. buktinya ajah, lurahnya juga mengabaikan ucap, sarudin
“Ya, terbukti, jika kita jalan-jalan di beberapa lingkungan RT/RW, kita hanya mendapatkan gapura menyambut kemerdekaan yang sudah permanen. Sementara gapura yang berhiaskan bambu runcing, tapin beras (Nyiru) yang diiberi warna merah dan putih, sudah langka tak terlihat,” ujar, sarudin warga kp.gardu Cianggiren.
Sarudin melihat, menyambut kemerdekaan sekarang ini jauh jika dibandingkan menyambut kemerdekaan seperti tahun tahun era 80-an, 90-an dan awal tahun 200- an.
“Saya ingat ketika kecil, setiap gang RT pasti dibangun gapura untuk menyambut HUT RI. Sepanjang jalan pun dihias pernak pernik hiasan menyambut kemerdekaan. Setiap rumah warga bertengger dengan gagah bendera merah putih. Maaf untuk sekarang Kepala Desa kami muhaemin orang sudah pada cuek bebek,” tukasnya.
Sementara Pemerhati Sosial Budaya Lebak banten Tengah yang juga akademisi, lomba panjat pinang balap karung dan, lain lainnya sarudin mengakui, jika semangat menyambut kemerdekaan Republik Indonesia saban tahunnya kian merosot.
Kondisi ini kata dia, tentu disadari juga oleh pemerintah daerah. Terbukti setiap menjelang peringatan hari Kemerdekaan, pemerintah selalu membuat edaran agar masyarakat melakukan pemasangan bendera merah putih ataupun menghiasi Gapura di lingkungan masing-masing.
“Kalau sekarang harus diingat-ingatkan, sedangkan dulu kesadaran masyarakat lebih tinggi dibanding Kepala Desa kami sebut saja namanya Muhaemin diingatkan,” ujarnya.
Menurut Sarudin, “Jika menilik peringatan hari bersejarah di Indonesia ini, maka peringatan HUT RI sejatinya dapat menjadi momentum untuk membangun kebersamaan gotong-royong, kekompakkan dan persaudaraan di lingkungan masyarakat, ” ungkapnya.
Jurnalis | M Juhri | Sarudin