POLISI NEWS | BITUNG. Dugaan penggelapan tanah milik Herman Loloh oleh perusahaan tambang emas PT Meares Soputan Mining (PT MSM) dan PT Tambang Tondano Nusajaya (PT TTN) dengan modus tumpang tindih terus bergulir, Kamis (21/11/2024).
Polres Kota Bitung telah memeriksa sejumlah pihak, termasuk pimpinan PT MSM/PT TTN, David Sompie, karyawan perusahaan, Devie Ondang (pemilik Sertifikat Hak Milik/SHM Nomor 157), mantan Camat Ranowulu, mantan Lurah Pinasungkulan dan perangkat kelurahan, serta keluarga Herman Loloh dan para pemilik tanah berbatasan.
Mantan Camat Ranowulu dan mantan Lurah Pinasungkulan mengakui hanya membuat surat akta jual beli dan surat pendukung lainnya tanpa turun ke lokasi tanah.
Keterangan saksi Devie Ondang menyebutkan bahwa tanah SHM 157 miliknya yang dijual ke PT MSM/PT TTN berada di lokasi berbeda dengan tanah SHM 135 dan SHM 136 milik Herman Loloh, sesuai peta bidang BPN Kota Bitung. Pernyataan ini didukung oleh karyawan PT MSM/PT TTN.
Pemilik batas tanah juga memberi kesaksian bahwa adalah benar tanah milik herman Loloh berada dilokasi sesuai titik koordinat pada sertifikat, karena di tahun 1958 pemilik batas tanah sempat menyewa tanaman kelapa dan tanah Herman Loloh sambil menunjukan surat bukti sewa tanah tersebut.
Namun, fakta di lapangan berkata lain. Pada peninjauan lokasi 19 November 2024, Devie Ondang menunjuk tanah miliknya diatas tanah milik Herman Loloh namun terlihat bingung dan tidak bisa menunjukkan batas-batas tanah miliknya.
Bahkan, ia mengaku tidak ingat lagi siapa pemilik tanah yang berbatasan langsung dengan tanahnya. Situasi ini memicu adu argumen antara pegawai BPN dan kuasa keluarga Herman Loloh, Robby Supit.
Supit mempertanyakan integritas BPN Kota Bitung.Ia mengungkapkan bahwa BPN telah mengeluarkan tiga dokumen resmi yang menyatakan tanah SHM 157 milik Devie Ondang tidak tumpang tindih dengan SHM 135 dan SHM 136 milik Herman Loloh:
1. Surat Kepala BPN ke Polres Bitung Nomor : IP.02.01/444.71.72/2023 Menegaskan lokasi SHM 157 dengan SHM 135 dan 136 terletak dilokasi yang berbeda dengan lampiran peta bidang tanah.
2. Berita Acara Pengukuran Ulang nomor 23/BAPU 18.07/V/2024 Tanggal 17 Mei 2024 Menyebutkan lokasi tanah SHM 157 tidak dapat dipetakan karena berada di atas tanah Herman Loloh.
3. Surat Klarifikasi Nomor :MP.01.02/846-71.72/VI/IX/2024 kepada Keluarga Herman Loloh Menegaskan hasil pengukuran ulang lokasi SHM 157 atas nama Devie Ondang tidak dapat dipetakan pada peta pendaftaran tanah, (masih terpetakan pada posisi peta pendaftaran semula) berbeda dengan lokasi tanah SHM 135 dan 136.
Namun, pada peninjauan lokasi, pegawai BPN justru menyebut tanah SHM 157 dan SHM 135/136 saling tumpang tindih. BPN menyarankan penyelesaian dilakukan melalui jalur kekeluargaan atau pengadilan.
Pernyataan ini dinilai inkonsisten dan mencurigakan karena sejak diterbitkan sertifikat 135,136 sejak tahun 1982 dan dilakukan pengembalian batas pada tahun 2021 tanah milik Herman Loloh tidak bermasalah baik overlap maupun tumpang tindih.
Hasil pengukuran ulang tanah milik Devie Ondang tidak dapat dipetakan karena lokasi yang ditunjuk milik Herman Loloh. Namun saat dilapangan BPN mengatakan Tumpang tindih.
Keluarga Loloh Desak Satgas Mafia Tanah Turun Tangan
“Kami menduga ada permainan dalam tubuh BPN Kota Bitung. Sikap mereka yang berubah-ubah hanya menimbulkan ketidakpercayaan. Kami mendesak Satgas Mafia Tanah turun tangan untuk mengusut dugaan keterlibatan oknum BPN dalam kasus ini,” tegas Robby Supit.
Ia juga menyatakan bahwa tanah tersebut adalah warisan keluarga yang telah dikelola sejak tahun 1950-an. “Kami hanya ingin keadilan. Jangan sampai hak kami dirampas demi kepentingan segelintir pihak yang rakus,” ujarnya.
Polres Bitung saat ini masih melanjutkan pemeriksaan dan akan memanggil pihak BPN untuk dimintai tambahan keterangan/ pengumpulan bukti dan kemudian akan segera melakukan gelar perkara.
Harapan besar disematkan pada penegak hukum untuk bersikap transparan dan profesional dalam menangani kasus ini serta berharap segera menyelesaikan proses ini karena proses di kepolisian sudah berlangsung sejak 20 Mei 2023 sampai dengan hari ini.
Dugaan keterlibatan mafia tanah tidak hanya merugikan keluarga Herman Loloh, tetapi juga mencederai kepercayaan masyarakat terhadap institusi negara.
Kasus ini kembali menjadi sorotan karena dinilai menggambarkan potret buruk penanganan konflik agraria di Indonesia, di mana kekuatan modal sering kali mengabaikan hak-hak masyarakat kecil. Akankah keadilan ditegakkan, atau kasus ini akan tenggelam dalam permainan kekuasaan? Hanya waktu yang akan menjawab.
Jurnalis | Nando