POLISI NEWS | OPINI. Beberapa tahun terakhir ini, sajian tentang rendahnya harga nyawa di negeri ini semakin mengerikan. Mulai yang ada bau bau politik sampai yang berbau pandemi, nyawa anak bangsa di negeri ini jatuh sekali. Nyaris tidak ada harganya. Baru saja kita marasakan udara bebas, dan bisa bernafas sedikit lega, karena sudah mulai longgarnya PPKM, berita pilu menghujam. Peristiwa Papua dimana nasib para dokte dan nakes – bahkan kabarnya ada nakes yang diperkosa beberapa orang, masih ngilu terasa di dada. Tiba tiba kita dikejutkan dengan terpanggangnya hidup-hidup beberapa napi di lapas kelas I Tangerang. Kisah pilu nasib para napi yang terpanggang hidup-hidup dan jerit tangis ayah, ibu, istri dan anak yang tahu orang tua, atau anaknya telah menjadi mayat, menjadi kisah di balik bobroknya pengelolaan lapas. Selalu yang menjadi kambing hitam adalah akibat arus pendek dan lain-lain. Seperti tidak ada lagi alasan lain yang lebih masuk akal. Padahal rata-rata lapas sudah dipasangi cctv atau kamera pengawas di setiap sudutnya. Identifikasi masalahnya seharusnya tidak berhenti pada persoalan arus pendek. Harus ada penelitian mendalam.
Lapas kelas I Tangerang dibangun di atas lahan seluas 5 ha. Mulai dibangun tahun1977 dan resmi berdiri tahun 1982. Menurut sumber data base Kementerian Hukum dan HAM, per September 2021, napi yang menghuni lapas berjumlah 2000 orang. Lapas yang terdiri dari dari 9 blok masing-masing blok terdiri dari 9 kamar, diurus oleh 163 orang pejabat struktural, petugas keamanan, dan staf lapas. Masing-masing blok terpisah. Sehingga ketika blok C yang dihuni 122 napi terbakar, blok lain, tidak terkena dampaknya. Cita cita awal lapas itu dibangun adalah untuk menampung para pesakitan korupsi. Namun sejak 2008 napas itu menjadi umum. Dan pada 2008, kurang lebih 60% dihuni oleh napi narkoba, sisanya napi umum. Meski kepala lapas sudah menyatakan bertanggung jawab, pada peristiwa kebakaran (Rabu, 8/9/21) yang telah merengut 41 nyawa, 74 luka-luka dan 8 kritis harus diusut secara tuntas. Siapakah yang harusnya bertanggung jawab? Apakah cukup ditimpakan kepada kepala lapas? Mari sama sama kita tunggu jika aparat serius mengusut.
Salam Polisi