Dosen UNEJ Cabuli Keponakan Sendiri Sebanyak 2 Kali

Nasional487 Dilihat

POLISI NEWS | JEMBER. Berstatus sebagai Dosen Unej, tega cabuli ponakannya sendiri. Kasus pencabulan yang terjadi di lingkungan Kampus Universitas Jember, menimpa gadis di bawah umur berinisial Nada, adalah keponakan dari Terduga pencabulan inisial ”RH” diketahui berprofesi sebagai dosen Universitas Jember. Nada mengaku mendapat perlakuan tidak menyenangkan sebanyak dua kali.

Seperti penuturan Anggota Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Imparsial Unej Trisna Dwi Yuni Aresta, informasi yang terhimpun, perihal jejak akademik terduga pelaku RH merupakan dosen tersohor di kampus. Rabu (7/4/2021).

Sebelum itu, menurut Trisna, Tim imparsiasl mendapatkan informasi perihal kasus pencabulan dari Lembaga Bantuan Hukum Jentera (LBH Jentera) yang secara sah merupakan kuasa hukum kasus ini, akhirnya membukakan akses untuk menghubungi keluarga penyintas.

“Bukan hanya LBH Jentera dan Imparsial sebagai Pers Mahasiswa, namun juga ada beberapa organ seperti Pusat Studi Gender (PSG) UNEJ, dan Pusat Pelayanan Terpadu dibawah naungan Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Kabupaten Jember yang ikut mengawal kasus ini,” kata Trisna.

Kronologi dan Penuturan Ibu Penyintas

Selasa 6 April, Imparsial mencoba mengakses ibu penyintas berinisial IR. Dalam penuturannya, IR membenarkan adanya peristiwa pencabulan yang dialami anaknya. IR merasa terpukul dan tak menyangka bahwa anaknya mendapatkan perlakuan yang tidak menyenangkan dari pamannya.

Ketika kejadian, IR sedang bekerja di Jakarta, dan anaknya (Nada) memang tinggal bersama pelaku dan keluarganya. Ibu penyintas menuturkan bahwa ada hal yang aneh dari story Instagram Nada yang menunjukkan gerik-gerik bahwa ia menjadi korban kekerasan seksual.

“ Setelah kejadian, anak saya bikin IG story isinya, tuh tentang kalo dapatt pelecehan tuh kita harus berani speak up jangan diem aja, terus saya komenin lah, terus dia bales via wa Ma… tolongin… Ma, aku harus keluar dari sini…”

Tidak hanya itu, Nada juga menceritakan detail kejadiannya pada IR. Menurut penuturan IR, RH telah melakukan sebanyak dua kali tindakan pencabulan. Kejadian pertama terjadi pada akhir Februari 2021, pukul 11 Siang diawali dengan memberikan penyintas sebuah jurnal mengenai kanker payudara.

RH menyatakan bahwa Nada menderita kanker payudara, dikarenakan RH melihat bentuk payudara Nada yang tidak simetris. Lalu RH berdalih melakukan terapi kepada Nada, namun RH diketahui sama sekali tidak memiliki skill melakukan terapi, hal tersebut hanya sebagai dalih untuk melakukan tindak pencabulan pada Nada.

Tidak berhenti pada kejadian pertama, RH melakukan kembali aksinya pada 26 Maret 2021 sekitar pukul 10 pagi, disaat keadaan rumah sedang kosong. Namun kali ini Nada memberanikan diri untuk merekam kejadian tersebut lewat perekam suara.

Modusnya sama, melakukan edukasi terkait kanker payudara dan ingin melakukan terapi kepada Nada yang diklaim oleh RH tengah mengalami kanker payudara, padahal menurut Nada kondisinya sedang baik-baik saja.

“ Pada kejadian kedua ini, anak saya inisiatif untuk merekam, dan kali ini aksinya lebih lama dari kejadian pertama, sekitar 5 menit lebih-lah,” IR menuturkan demikian.

Mendengar cerita dari anaknya, IR yang berada di Jakarta langsung melakukan tindakan dalam upaya mengamankan anaknya. Beberapa upaya akhirnya membuat Nada keluar dari rumah RH dengan dijemput keluarga dan di bawa ke Lumajang, yang berakhir dengan adanya kumpul keluarga untuk membahas kejadian tersebut.

IR menuturkan bahwa pada saat kumpul bersama keluarga pada 28 Maret, RH dan istrinya hadir dan turut memberikan keterangan atas kejadian tersebut.

“ Pada saat di Lumajang, RH dan Istrinya hadir sampai sujud-sujud minta maaf ke saya untuk tidak melaporkan kejadian ini di Kepolisian karena menyangkut karirnya dan hidupnya di Jember, kalau dilaporkan bisa hancur semua karirnya dan dia berkali-kali meminta maaf, ” IR mengisahkan,

Mendengar permintaan maaf dari RH, pihak IR memberi maaf, meski tetap akan melalui proses hukum.

“ Terus saya bilang ya saya maafkan, meskipun masih sakit ya dan gak semudah itu. Tapi proses hukum ini harus jalan terus,” tegas IR.

IR menegaskan, bahwa kasus ini harus dibawa ke ranah hukum dan pelaku harus di pidana sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Dengan tekad bulat semenjak IR memutuskan untuk cuti kerja di Jakarta, ia memutuskan mendatangi Polres Jember pada Minggu, 28 Maret, namun laporan baru masuk pada hari kerja yaitu hari Senin 29 Maret 2021.

Pada saat membuat laporan di Polres Jember, IR akhirnya disarankan untuk menghubungi PPT Jember sebagai wadah untuk menangani kasus kekerasan pada perempuan dan anak.

Penanganan Kasus Oleh Pusat Pelayanan Terpadu (PPT) Jember

Tim Imparsial akhirnya mendatangi PPT Jember untuk meminta keterangan terkait pendampingan yang telah dilakukan oleh PPT terhadap kasus pencabulan yang diduga dilakukan oleh Dosen UNEJ. Tim Imparsial ditemui oleh Sholehati, Sindy, dan Gea.

Mereka membenarkan bahwa sedang mendampingi IR dan Nada dalam kasus dugaan pencabulan. Ketika di wawancarai Sholehati menjabarkan juga beberapa kronologi peristiwa, dan posisi kasus di tingkat Kepolisian.

Sholehati menekankan bahwa PPT Jember telah memberikan akses Rumah Aman untuk IR dan Nada tinggal selama di Jember.

Selain itu, Sholehati menuturkan, Selain akses Rumah Aman, pihaknya juga mengupayakan adanya Visum Obgyn dan Visum Pskiatrikum bagi Nada, selain itu, serta pendampingan Psikolog dalam upaya menjaga psikologis Nada agar tetap terjaga dengan baik

Selain itu, Sholehati juga mengupayakan terpenuhinya hak-hak Nada sebagai seorang anak sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

Kuasa Hukum Penyintas dan Analisa Hukum Terhadap Kasus Pencabulan

Yamini (Direktur LBH Jentera) yang menjadi Kuasa Hukum Penyintas dalam kasus ini mengatakan bahwa, dalam penanganan kasus ini semestinya butuh beberapa elemen dan pihak-pihak strategis agar kasus ini dapat terselesaikan dengan baik.

Tim Imparsial mencoba mencari tahu lebih dalam, meurut Yamini, berdasarkan pengalaman pendampingan korban kekerasan seksual atau pencabulan yang dilakukan oleh keluarga sendiri sering terjadi intervensi antar anggota keluarga yang akhirnya menimbulkan kemandekan kasus yang berakhir tidak terpenuhinya hak-hak korban.

“ Kami mau agar kasus ini dapat terselesaikan dengan baik dan hak-hak korban apalagi sebagai seorang anak terpenuhi,” tegas Yamini.

Selanjutnya Yanini menjelaskan, berdasarkan tuntutan orang tua yang menginginkan terduga pelaku mendapatkan ancaman hukuman sepantasnya sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku, pihaknya selaku kuasa hukum menggunakan asas lex specialis derogat legi generali, aturan hukum yang khusus mengesampingkan aturan hukum umum, jadi dapat diterapkan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan atas UU Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak daripada menggunakan yaitu Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP),

“Mengenai Ancaman Hukuman yang akan diterima pelaku ialah paling lama 20 Tahun Penjara,” kata Yamini.

Jika menggunakan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan atas UU Nomor 23 Tahun 2002, ada beberapa pasal terkait diantaranya pasal 76E yang berbunyi “setiap orang dilarang melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan, memukul, melakukan tipu muslihat, melakukan serangakaian kebohongan, atau membujuk anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul”

Pasal tersebut menegaskan mengenai larangan dalam melakukan perbuatan cabul, larangan ini berlaku bagi siapapun dan apabila dilanggar maka akan berakibat pidana. Ancaman lain bagi peerbuatan ini juga termaktub dalam pasal 82 ayat (1) yang berbunyi “setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 76E dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun & paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,- (satu miliar rupiah)”.

Pada ayat (2) dalam pasal yang sama yaitu Pasal 82 menyebutkan ada pidana pemberat yakni sebagai berikut : “Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh orang tua,wali, orang-orang yang mempunyai yang mempunyai hubungan keluarga, pengasuh anak, pendidik, tenaga kependidikan, aparat yang menangani perlindungan anak, atau dilakukan oleh lebih dari satu orang secara bersama-sama pidananya ditambah 1/3 (sepertiga) dari ancaman pidana”

Jadi ancaman hukuman paling berat ialah 15 Tahun Pasal 82 ayat (1) ditambah 1/3 dari ancaman pidana Pasal 82 ayat (2) diakibatkan karena pelaku mempunyai hubungan keluarga dengan korban yaitu total 20 Tahun Pidana.

Selain itu, Sholehati menambahkan, kejadian ini merupakan preseden buruk selain kepada UNEJ selaku institusi akademik, juga Jember yang menyandang sebagai Kabupaten Ramah Anak.

Diakhir pertemuan Imparsial dengan IR selaku ibu Nada, Yamini sebagai Kuasa Hukum dari LBH Jentera, Sholehati sebagai Perwakilan dari PPT Jember sepakat akan mengawal kasus ini sampai selesai, serta akan menggandeng beberapa elemen lain dalam upaya penghapusan kekerasan Seksual dan penegakan hukum yang adil berdasarkan hak asasi manusia.

Sedangkan IR tetap berharap kasus pencabulan yang menimpa anaknya dapat ditindak lanjuti berdasakan hokum yang berlaku.

“Saya akan terus kuat dalam kasus yang menimpa anak saya, yang buat saya tak habis fikir pada RH yang sudah berani berbuat tindakan buruk kepada keponakannya sendiri, apalagi dengan orang lain, seperti pesan dari Nada sendiri di ig storynya kalau kita mengalami kasus kekerasan seksual jangan takut untuk speak up, jadi mari kita saling menguatkan” pungkas IR.

Berhubung sumber info masih menyembunyikan identitas RH, untuk kepentingan investigasi dan proses penyelidikan, yang rencanya Kamis, 08 April 2021 akan dipanggil pihak Polres Jember, maka sampai berita diterbitkan belum didapat keterangan dari RH terkait kasus pencabulan ini.

(Sumber : dikutip dari LPM IMPARSIAL)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *