POLISI NEWS | BITUNG Dugaan pencemaran lingkungan yang dilakukan oleh PT Futai Sulawesi Utara di Kelurahan Tanjung Merah, Kota Bitung, kembali mencuat setelah berulang kali dilaporkan oleh masyarakat.
Hingga saat ini, baik Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Bitung maupun GAKKUM (Penegakan Hukum Lingkungan) Sulawesi Utara belum menunjukkan tindakan tegas terkait kasus ini. Situasi ini memunculkan kritik tajam dari masyarakat yang mempertanyakan efektivitas pengawasan kedua instansi tersebut.
Beberapa warga setempat mengungkapkan kekecewaan mereka, salah satunya yang enggan disebutkan namanya menyatakan bahwa kedua instansi ini tampak abai dalam melaksanakan tugasnya.
“Kami sudah beberapa kali melaporkan pencemaran di sungai akibat limbah yang diduga berasal dari PT Futai Sulawesi Utara. Tapi sampai sekarang, tidak ada tindakan nyata dari DLH maupun GAKKUM. Padahal ini sudah berulang kali terjadi,” ujarnya.
Meski beberapa kali terlihat melakukan inspeksi di sekitar lokasi sungai yang tercemar, Dinas Lingkungan Hidup Kota Bitung belum mengeluarkan sanksi atau penjelasan resmi mengenai dugaan pencemaran tersebut.
Situasi ini menambah kebingungan publik, terlebih beberapa waktu lalu Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) sempat melayangkan pengaduan tertulis kepada GAKKUM Sulawesi Utara, namun belum ada tindak lanjut yang jelas.
Menurut informasi yang beredar, PT Futai Sulawesi Utara diduga beroperasi tanpa izin Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL), yang seharusnya menjadi persyaratan dasar bagi perusahaan yang menghasilkan limbah. Ketiadaan izin IPAL ini, jika benar adanya, merupakan pelanggaran serius terhadap peraturan lingkungan di Indonesia.
Dinas Lingkungan Hidup memiliki kewenangan dan tanggung jawab untuk mengawasi semua kegiatan usaha yang berpotensi menimbulkan dampak lingkungan. Hal ini diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Dan DLH wajib memastikan bahwa setiap perusahaan yang beroperasi sudah memiliki izin yang diperlukan, termasuk izin pengelolaan limbah. Apabila ditemukan pelanggaran, DLH berkewajiban menindaklanjutinya dengan sanksi administratif atau bahkan penghentian operasional perusahaan.
Sementara itu, GAKKUM yang berada di bawah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) memiliki peran penting dalam penegakan hukum lingkungan. GAKKUM bertanggung jawab menangani pelanggaran berat yang mengancam kelestarian lingkungan dan kesehatan masyarakat.
Mereka memiliki wewenang untuk melakukan penyelidikan, memberikan sanksi, dan membawa kasus ke ranah hukum jika diperlukan. Jika benar PT Futai Sulawesi Utara beroperasi tanpa izin pengelolaan limbah, GAKKUM wajib bertindak sesuai dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Banyak pihak mendesak Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kota Bitung untuk lebih proaktif dalam menjalankan fungsi pengawasan. Selain itu, pimpinan GAKKUM Sulawesi Utara juga diminta memberikan klarifikasi terkait lambannya penanganan kasus ini. “Jika mereka tidak mampu menjalankan tugas, sebaiknya mundur saja. Lebih baik posisinya digantikan dengan orang yang punya integritas dan keberanian untuk menegakkan aturan,” ujar salah satu aktivis lingkungan di Bitung.
Kurangnya transparansi dan tindakan tegas dari kedua instansi ini memunculkan persepsi negatif di masyarakat. Mereka berharap ada tindak lanjut yang jelas terhadap dugaan pencemaran yang dilakukan oleh PT Futai Sulawesi Utara, termasuk verifikasi apakah benar perusahaan tersebut tidak memiliki izin IPAL.
Melihat situasi yang berkembang, masyarakat Kota Bitung menantikan langkah konkret dari pihak berwenang. Kelestarian lingkungan dan kesehatan masyarakat harus menjadi prioritas utama, dan setiap pelanggaran harus diproses sesuai hukum yang berlaku. Dinas Lingkungan Hidup dan GAKKUM diharapkan bisa menegakkan regulasi yang ada dengan lebih tegas, transparan, dan akuntabel.
Jika tidak ada tindakan tegas dari DLH dan GAKKUM, pencemaran lingkungan akan terus berlanjut dan dampaknya akan semakin meluas. Kepercayaan masyarakat terhadap kedua instansi ini juga dipertaruhkan. Apakah PT Futai Sulawesi Utara akan terus beroperasi tanpa pengawasan yang memadai? Atau akankah pengawasan dan penegakan hukum akan dijalankan sesuai dengan regulasi yang telah ditetapkan? Warga masih menunggu kejelasan dan tindakan nyata.
Jurnalis | Nando